Pendapat di benak kamu memang benar bahwa “Buat apa repot-repot, bukankah sebuah foto bisa berbicara lebih dari seribu kata”, namun seperti kata Akmal ’86 dalam pelatihan Jurnalis Cilik bahwa dukumentasi tidak hanya dengan foto tetapi bisa juga dengan tulisan. Aku mengambil jurusan tulis-menulis untuk dokumentasi dengan satu alasan kuat “Rugi bok kalau nggak kena foto!”.
![]() |
foto bersama setelah tanding.... |
Biar lebih terkesan gimana gitu! Aku berencana ke Cidahu naik kendaraan umum dengan membawa ransel, sleeping bag dan matras bada Subuh bersama Jati ’82. Tadi pagi aku tidak ke Kampung Rambutan tetapi mengantar anak-anakku ke sekolah dan kuliah padahal peralatan kemping sudah masuk mobil, pasalnya aku menerima sms Jati, 05:08 yang berbunyi, “Men sori gw brng edoy”.
Sambil menanti Karra bangun dari tidurnya di mobil untuk mengikuti perkuliahan aku menghubungi Riri ’83 yang merespon statusku di efbe,”Ayoo..bareng ama gw.. ditunggu di bogor ,,” 06 January at 19:42. Riri bilang jam 8 pagi dia berangkat ke Cidahu dari rumahnya di Bogor jadi sebelum jam 8 aku harus tiba di Baranangsiang, sesuai dengan cita-citaku naik kendaraan umum, lalu menyeberangi jalan untuk dijemput Riri.
“ ....tapi Men elo jangan nyebrang dulu, tunggu aja di Baranangsiang!”.
“Maksud lo setelah elo lewat baru gue nyebrang? Gue ketinggalan dong!”
Tawaranku untuk mengemudikan mobilnya ditolak mentah-mentah, “Enak aja! Gue yang nyetir! Emangnya elo belum tahu kalau Cidahu itu daerah kekuasaan gue! Elo duduk manis aja!”. Enaknya nebeng Riri, tinggal duduk manis semua dilayani seolah mendapat jatah preman. Lepas bareng Jati dapat tebengan Riri, seperti pepatah, “Tak ada akar rotanpun jadi!”. Sayangnya aku harus merelakan kehilangan malam pertama.
Sebelum shalat Jumat aku diminta Jati menghubungi Patudi ’89, Ketua Expa, siapa tahu aku bisa nebeng karena mobil Patudi masih kosong hanya berpenumpang Hani, anaknya yang duduk di kelas 1 Sekolah Dasar.
Bada shalat Jumat Patudi bersama Hani menjemputku di patung Kemang Pratama naik motor menuju Pondok Mitra Lestari mengambil mobil.
“Kenapa Patudi nggak jemput elo sekalian naik mobil aja?”, Pipi ’86 bertanya keheranan di lokasi Family Camp.
“Emang elo belum tahu kalau Patudi trauma nyetir mobil gara-gara mobilnya nabrak tiang listrik”.
Selepas menjemput paksa Embong ’85, kami menuju Cidahu dengan bermacet-ria.
Bagiku pergi bersama Riri seolah mendapat jatah preman, sedangkan pergi dengan Patudi mendapat jatah supir.
No comments:
Post a Comment